Friday, October 22, 2010

Yohannes Surya: "Tidak Ada Orang yang Bodoh."

Belum lama saya menulis tentang studi banding pendidikan, pagi ini saya menghadiri Friday Talk yang diadakan perusahaan tempat saya bekerja, yang pada kesempatan ini mengundang Prof. Yohanes Surya sebagai pembicara.  Beliau adalah tokoh pendidikan yang mengharumkan nama bangsa dengan menghasilkan juara-juara dunia dari Indonesia dalam Olimpiade Matematika dan Fisika.  Beliau menemukan metode belajar matematika yang sangat mudah dan berlaku untuk semua orang--bahkan orang yang dianggap paling bodoh sekalipun.
 
Menembus Hutan Papua
 
Untuk membuktikan metodenya, beliau melakukan perjalanan-perjalanan jauh dan sulit ke pelosok Papua, ke perkampungan yang dianggap terbelakang, mencari anak-anak yang dianggap paling bodoh pada saat itu.  Salah satu dari anak didiknya bahkan 'fresh from the forest', dari pedalaman hutan Papua, yang tidak mengerti konsep berhitung SAMA SEKALI.  Anak-anak tersebut beliau bawa pulang untuk dilatih matematika.  Anak-anak yang pada awalnya sangat tidak menguasai matematika, bahkan ada yang 4 tahun berturut-turut tidak naik kelas karena nilai matematikanya nol, berubah menjadi 'jenius'.  Hanya dalam 6 bulan mereka bisa menguasai matematika yang diajarkan selama 6 tahun di Sekolah Dasar.
 
Setelah beberapa kali pembuktian dengan puluhan anak 'terbodoh' dari Papua dan Banten, beliau mengambil kesimpulan bahwa sebenarnya tidak ada orang yang bodoh.  Yang ada adalah orang yang tidak mendapat kesempatan untuk belajar dari guru yang baik dengan metode yang baik.  Beliau kemudian mengadakan pelatihan untuk guru-guru dari banyak kabupaten yang tersebar di seluruh Indonesia. Guru-guru tersebut dilatih metode mengajar matematika, kemudian harus mempraktekkannya pada anak2 'terbodoh' agar hanya dalam 5 hari anak-anak itu dapat menguasai matematika dasar dengan sangat baik.  Mereka harus bisa. Zero tolerance.  Dan terbukti.  Anak-anak yang dianggap sangat bodoh yang awalnya menjumlahkan 2+2 saja tidak mampu, hanya dalam 4 - 5 hari berhasil menguasai matematika dasar.
 
Seberkas Harapan bagi Indonesia
 
Dari pembuktian-pembuktian yang beliau lakukan, Prof. Yohanes Surya melihat harapan yang sangat besar untuk sebuah transformasi pada bangsa ini.  Jika 'virus' ini dapat ditularkan secara luas, maka Indonesia akan melesat cepat.  Beliau punya target untuk menghasilkan 30,000 Doktor (S3) Indonesia di tahun 2030.  Beliau melihat peluang yang sangat besar belajar dari pengalaman negeri Cina. RRC sejak tahun 1997 - 2007 (CMIIW) menghasilkan puluhan ribu Doktor dalam Sains Teknologi.  Dan sekarang negeri itu begitu pesat berkembang.  Seperti itulah cita-cita Prof. Yohanes atas Indonesia.
 
Spread the 'virus'
 
Dengan cita-cita yang sangat mulia dan perjuangannya yang tak kenal lelah, Prof. Yohanes menciptakan Gerakan Ibu Pintar Matematika (GIPITA).  Bersama orang-orang hebat lainnya yang mendukungnya, beliau mengadakan pelatihan bagi para ibu di Indonesia tentang metode mengajar matematika.  Kenapa ibu?  Karena para ibulah yang paling ingin anaknya pintar (tidak ada ibu yang tidak ingin anaknya pintar), dan paling banyak berinteraksi dengan anak.  Diharapkan para ibu tersebut mengajarkan matematika dengan metode yang baik ke anak-anaknya, dan juga ke ibu-ibu yang lain.  Sehingga akan ada efek multiplikasi.  Jika ini berhasil, maka seluruh anak Indonesia akan menyukai dan menguasai matematika.  Menurut Prof. Yohanes, jika semua orang menyukai matematika, maka akan mudah baginya untuk belajar yang lain seperti fisika, kimia.  Dan metode yang beliau temukan ini mengembangkan cara berpikir yang advanced.  Dengan hal ini beliau mengharapkan transformasi yang sangat besar bagi bangsa Indonesia.
 
(to be continued)
 
 

Monday, October 18, 2010

studi banding pendidikan

Seperti yang sejak lama gue denger, Finlandia adalah negeri yg terkenal terbaik kualitas pendidikannya.  Banyak negara lain yg pingin tau apa rahasianya.  Gue sendiri sudah dan masih sering ngobrol tentang hal ini dengan teman lama di Finland (orang sana asli).
 
Ini ada link tentang pendidikan awal untuk anak2 di Finland.  Mungkin banyak yg mengira mereka sudah disekolahkan sejak kecil sekali. Ternyata enggak lho...  Pendidikan formal di Finland baru dimulai ketika anak berusia 7 tahun. Silakan baca salah satu tulisan dari studi banding di sana:
 
Adakah yang membuat studi banding seperti ini untuk kemudian hasilnya dikembangkan dan digunakan di Indonesia?  Apakah hasil/laporan studi banding DPR dipublikasikan di Internet sehingga masyarakat umum bisa membaca dan mempelajarinya?
 

Thursday, October 07, 2010

3D visualization via Internet?

Is it possible?
 
Case 1. A regional video conference at one global company offices in Jakarta.  They are connecting to regional offices in Singapore.  Good video and audio quality.  They are using a private fiber optic connection.
 
Case 2. Due diligence in oil & gas industry, presenting data hosted in one country, accessed by companies from different continents.  Said to be a successful one, using a thin client technology.  Are they using Internet connection?  It's silly to invest big money leasing lines to all countries.  But using regular line through Internet?  For this one case I've been following up with the vendor but they never return with an answer.
 
We're maintaining an application hosting using thin client technology for several technical applications using 2D/3D visualization. We are currently using it within LAN using 1Gb network--with 2Gb network specially made for intensive users.
 
Diminta untuk diakses dari seluruh gedung via WiFi, dan dari kantor di Timur Tengah.  Amannya sih procure application servers di sana aja. Manage dari sini mestinya masih bisa, as long as applications & graphic rendering dikerjain lokal di sana.
 
Satu perusahaan yang juga udah pakai di Jkt dan mau bikin di Sumatra aja gak berani langsung tarik dari Jkt. Mereka juga mau bikin apps servers di sana.  Aman.
 
Kalo tarik dari sini, risiko kena dangdutan, user jejeritan, management teriak2.
 

Tuesday, October 05, 2010

No responses for my KPI

Ohhh.  Nasib KPI gue...
 
Salah satu objective mau dilanjutkan tahap pengerjaannya, tapi terbentur hal yang membuat boss gak berani jawab:
  1. Harga yang di-quote oleh distributor hampir 2x lipat dari harga yang ditawarkan ISV principal.  Setelah di-cross check, ternyata principal memasukkan biaya transport Engineer (Houston-JKT). Dan distributor tentunya naikin lagi harganya utk overhead dan sebagainya (margin, sodara2...).  Waktu ditanya, principal insist yang menginstall dan mengkonfigur software harus orang mereka, bukan distributor.
  2. Perubahan organisasi.  Sejak sekitar 2 bulan yang lalu yang tadinya isu akhirnya menjadi makin jelas dengan adanya pergantian direktur yang memerintah bubble technical services, yang menyampaikan rencananya untuk 'mengembalikan' fungsi2 pada semua bagian di bubblenya ke fitrahnya masing2.  Meaning,  departemen yang dipimpin oleh boss gw akan pindah dan jadi bagian dari divisi lain.  Struktur organisasi sudah dibuat dan disetujui secara lisan oleh kepala divisi saat ini dan Divisi HR,tapi sampai sekarang sang kepala divisi kami nggak berani tanda tangan. Lamaaaaa' deeeeh.....
Sementara objectives gue harus tercapai by end of this year.  Dan sekarang sudah Oktober.
 
Makin nambah faktor yang membuat demotivasi.
  1. Traffic & commute time
  2. Stale project(s): delayed by 'political' matters (top down)
  3. Boredom of taking care of hardware ops. and apps. support
  4. Future division well-known for unhappy boss and staff
  5. Tired of doing support jobs without appreciation for 10 years and along the way had been under 2-3 bosses who positioned us as SERVANTS instead of consultants.
  6. Unclear so-called Project Management implementation.  They sent many staff to expensive PMP prep courses but wouldn't support us implementing what we got in the course.  I used to be very interested in Project Management but not anymore. Am I bibit yang berada di tanah yang salah?
Now the only motivation is just money???
 
 
* KPI: Key Performance Indikator = indikator kinerja untuk mengukur kinerja pegawai, berupa objectives yang akan dicapai. Dibuat [seharusnya] sebelum awal tahun kerja (kenyataannya, tahun kerja sudah berjalan, baru kita digubrakin utk bikin objectives).  Objectives ini harus SMART (Specific, Measurable, Attainable, Relevant, Time-bound).

Thursday, July 29, 2010

Work for family or company

workingmom.jpg Actually it's not only the outside job vs. child. There are still household management (including subordinates if available), family management, romance & relationship maintenance, extended family,... And even the "Child" factor contains many sub-factors such as nutritional balance, sleeping time, playtime management, school (+ home work when the time comes), child's social circle, development.  Just like the "office" job: managing projects, tasks, subordinates, time,... sudden projects dropped instantly from the top without a warning or even without mature planning.  When you're done at work at the end of the day, you get to see your family after the sun goes down, with the remainings of your energy depending on the day's work and traffic, while your child's been longing to see you to play with you, and your spouse to spend time with you.
 
Why does working for your own family not give you money, while you pay other people to take care of your house and children? Hmmm...
 
 

Monday, July 19, 2010

butuh berinteraksi sama mereka

Ah, kerja ama kumpeni itu menguras mind body n soul ye. Tadi malem gw cuma ktemu si lutu kurang dari 2 jam after work krn pul telat dikit, jam 5 dr kntr, plus traffic, dan kami gak ktemu papanya. Malem ini papanya bakal pulang malem lage.

Arrrgh.

Sent from my HTC

Tuesday, July 13, 2010

Video Panas Selebriti

Kasus video panas selebriti yang menyebar lewat Internet itu benar2 memperlihatkan betapa tidak dewasanya masyarakat Indonesia.  Di tengah hangatnya kasus Dana Aspirasi DPR yang kontroversial itu, muncullah secara tiba2 2 video panas hanya dalam selang beberapa hari, tidak sampai seminggu.  Bagaikan anak balita lagi rewel yang gampang dialihkan dengan makan kesukaannya, masyarakat serta-merta beralih perhatiannya, dibantu oleh media massa yang makin mempopulerkan hal itu.  Serta-merta hal-hal yang lebih penting, memengaruhi hajat hidup orang banyak dan bersifat jangka panjang dilupakan dengan mudahnya.
 
Peran Serta Masyarakat
 
Saya tidak membicarakan masalah moral orang2 yang terlibat dalam kedua video tersebut.  Sebagai masyarakat yang terdiri dari orang2 yang dewasa dalam hal umur, kita malah menunjukkan betapa kekanak-kanakannya kita merespon video tersebut.  Mengikuti insting tanpa menggunakan akal, masyarakat beramai-ramai turut serta menyebarkan aib dan privacy orang lain.  Apa akibatnya?  Tahu yang namanya media massa dan Internet? Suatu media yang dapat diakses oleh siapa pun tanpa kenal usia.  Tahu siapa orang2 yang ada dalam video tersebut? Para selebriti yang punya penggemar dari berbagai kelompok umur.
 
Apa yang didapat oleh anak2 ketika mereka meng-Google nama2 para selebriti favorit mereka tersebut?
 
Tidak lama setelah kasus itu dimulai, saya dengar bahwa kasus pemerkosaan pada remaja dan anak2 meningkat.
 
Siapa yang ketawa?

Monday, June 28, 2010

Parents Trap??

Jebakan dari orangtua? Mana mungkin? Memang bukan sengaja menjebak, tapi faktanya banyak sekali dari kita yang terjebak.  Mari kita melihat hal ini dengan pikiran jernih.  Hilangkan segala emosi negatif, dan mulailah membaca tulisan ini:
 
 
Mari belajar dari pengalaman--diri sendiri maupun orang lain--dan mulailah berupaya agar kita tidak menjebak anak2 kita :)
 

Thursday, June 03, 2010

Memanusiakan Anak & Memanusiakan Orangtua

I just read an interesting writing of Dewi "Dee" Lestari entitled Manusia, Bukan Cuma "Mama". Waktu gw baca, gw berpikir: Ini dia! Ini dia yang selama ini menjadi biang masalah antara ortu dengan anak yang sudah dewasa. Secara turun-temurun, didukung oleh budaya dan kebiasaan, label anak dan orangtua melekat setiap saat, setiap detik, 24/7. Tulisan Dee diawali dengan diskusinya bersama temannya, Reza, antara lain tentang:

pengondisian orangtua kita dulu yang akhirnya membentuk perilaku dan pola asuh mereka terhadap kita, hingga seringkali yang mereka terapkan bukanlah yang terbaik bagi anak melainkan sekadar meneruskan warisan dari orangtua mereka sebelumnya. Dan hal itu berlangsung dari generasi ke generasi, termasuk pada kita saat kebagian giliran jadi orangtua. Belum lagi kalau ternyata pola-pola tersebut meninggalkan trauma.


Teringat lagi bahasan gw di hypno-parenting tentang tangki cinta yang bocor akibat sakit hati atau trauma. Trauma ini melekat terus meskipun seorang anak sudah menjadi manusia dewasa, seperti satu dari sekian banyak pemberi komentar pada tulisan Dee tsb:

Magdalena said...
ibu..
aku menyayanginya, sangat sayang sekali.
tapi bingung juga jika hampir semua yang kita pikirkan tidak sejalan. entah karena benturan jaman atau beda lingkungan.
akan menjadi sangat complicated saat membicarakan tentang seorang anak yang telah menjelma menjadi manusia dan seorang ibu yang memiliki si buyung yang telah dewasa itu. belum lagi benturan-benturan dengan norma agama. atas nama orang tua aku akan mengorbankan cinta karena aku tidak mau menjadi durhaka sedikitpun.
walau aku harus layu selamanya
...tentu ini menjadi tidak adil...
thats a complicated relation between mom and me as a human.
Magdalena said...
akan menjadi sangat complicated..
saat berbicara tentang kata-kata durhaka, apalagi jika nanti di kaitkan dengan cinta.
mama
aku akan selalu menuruti kata-kataamu
hingga aku tidak merasa menjadi manusia dewasa
mama aku tersiksa dengan keadaan ini.


Bagaimana cara yang tepat agar orangtua bisa melihat anaknya sebagai sesama manusia, bukan hanya sebagai anaknya berikut "embel-embel" ekspektasi yang menyertainya; dan sebaliknya?

Yang sering dilupakan oleh orangtua adalah bahwa anaknya juga manusia, bukan cuma anak. Di sekolah, anaknya adalah seorang murid, seorang teman, mungkin seorang ketua kelas, ketua organisasi dan sebagainya, yang juga punya tanggung jawab atas peran2nya tersebut, tidak hanya atas perannya sebagai anak. Sering orangtua menganggap anaknya tidak punya kehidupan lain di luar rumah (padahal anaknya sudah sekolah/kuliah/kerja). Yang sering terjadi adalah orangtua dengan mudahnya membuat "jadual" dadakan atau janji dengan orang lain yang melibatkan anaknya, tanpa menanyakannya terlebih dulu dengan si anak. Padahal mungkin anaknya sudah punya jadual/janji lain dengan temannya atau rekan2 di organisasinya. Sedikit curcol, sebenarnya itu cukup sering terjadi pada diri gw. Akhirnya gw jadi males bikin janji dengan teman2/rekan2 ekskul dsb. Akhirnya gw males bikin komitmen apa pun, karena ortu gw bisa dengan mudahnya memaksa gw mengikuti jadual yang sudah disiapkan untuk gw. Daripada di mata teman2 gw dilihat sebagai orang yg nggak bisa diandalkan, mendingan gw ngga usah ikutan apa2, ngga usah komit apa2. Jadi baru terpikir, mungkin juga itu penyebab gw termasuk cewek yg "takut" komitmen :D hehe...

Ada saat2 di mana kita memang harus berperan sebagai anak dan sebagai orangtua. Namun setiap orang pasti juga butuh dilihat sebagai sesama manusia yang sejajar - tanpa menghilangkan etika dan sopan santun antar-manusia - tanpa tuntutan dan ekspektasi.

Mungkin saatnya kita, orangtua dan anak, harus mencoba saling melihat satu sama lain sebagai manusia yang equal, sejajar. Manusia dengan personality, kekurangan, kelebihan, kegemaran, kesibukan, dan impiannya masing2.

Wednesday, June 02, 2010

Rich nations, poor nations, devout nations?

Interesting question posted on Oct 16, 2009 on a discussion responding the article "Miss Indonesia Shames Us All, Cry Aceh's Clerics"
 

One thing that bothers me, and I guess I'm asking for a rational answer as to why this is, is the question why the most devout nations in the world seem to always suffer the most..why are they the poorest, why do they have the highest deathrates from disease, why are they the most polluted on the planet, why do their ferries and planes full of the devout, go down so often, why are they plagued with corrupt politicians, why do they get hit time and time again by horrendous natural disasters and so on?

And yet the least devout nations in the world...Scandinavia and parts of Europe, Australia and NZ, are amongst the wealthiest, have the healthiest populations, highest standard of living, long life, great enviroments etc. And China, which is about 80% atheist is dominating the planet economicaly at the moment.

 
Kenapa coba?
 
In my humble opinion, just because a nation has the most "religious" people, that doesn't mean they are really devout.  Hanya karena jumlah orang beragamanya paling banyak, bukan berarti mereka benar2 orang yang meyakini dan menjalankan agamanya secara baik & benar. 
 
Dalam hal hubungan manusia dengan Tuhan, mungkin kelihatannya banyak sekali orang "soleh", yang rajin melakukan ritual ibadah.  Tapi bahkan agama pun nggak merekomendasikan kita untuk hanya melakukan ritual ibadah dan melupakan hidup kita di dunia.
 
Dalam hal moral yang berhubungan dengan cara berpakaian, cara berkomunikasi dengan orang tua dst mungkin memang nggak sama dengan nilai2 yang dianut orang2 "beragama" - yang kebetulan(?) juga hampir sama dengan budaya Timur (kenapa agamis vs. non-agamis adalah Timur vs. Barat?)
 
Ironisnya, negara2 yg dibilang paling nggak beragama itu, mentalitasnya lebih "agamis".  Let me explain what I mean.  Satu contoh, dalam hal integritas/profesionalisme/kejujuran yang sudah menjadi standard mereka.  Padahal itu adalah ajaran agama, salah satu akhlak mulia yang namanya "amanah" - dapat dipercaya.  Kenapa negeri kita dibilang "low trust society" - masyarakat yang punya rasa percaya rendah?  Karena banyak tukang tipu.  Kenapa bisa banyak tukang tipu, padahal bukankah semua orang di sini "beragama"?
 
Kalo ada yang bilang itu semua karena keadaan ekonomi yang sangat buruk, bisa jadi ada benarnya.  Katanya "kemiskinan itu dekat dengan kekufuran".  Bagaimana enggak, orang beriman yang keluarganya kelaparan bisa melakukan hal yang sangat bertentangan dengan agamanya demi mendapatkan makanan.
 
Tapi, kalo mereka ingkar pada agamanya karena masalah ekonomi, jadi kayak ayam dan telor deh, mana yang duluan?  Kan pertanyaannya, kenapa masyarakat yang katanya "beragama" kok malah miskin, sedangkan masyarakat yang tidak beragama malah makmur?
 
It's complex.

Setia atau bodoh?

From a friend's blog.

Penderitaan Istri yang Setia Itu Berujung Kematian…
Begitulah judul berita Kompas 30 April 2006 yang memaksa mataku untuk membaca baris demi baris huruf dibawahnya. Ini kisah tentang seorang guru SD yang meninggal setelah dianiaya suaminya secara terus menerus sejak pernikahan mereka di tahun 1995.Mari kukutip tulisan di koran itu:
"Mereka prihatin atas penderitaannya, tetapi juga menaruh simpati dan kagum pada karakternya yang tegar dan tabah menghadapi penderitaannya, dan setia pada ikatan perkawinan. Sejak dinikahi Johny sekitar tahun 1995, hidup bahagianya hanya sepenggal bulan pertama. Hidup Arta selanjutnya selalu diliputi kekerasan fisik dari suami. Biasanya, Arta dipukul dan disiksa, dimaki,difitnah, dan sering sekali ditelantarkan begitu saja jika jatuh sakit."Dan komentar adik kandung korban," Dia adalah wanita yang setia. Meski beberapa kali kami memberi saran agar bercerai saja dari suaminya, dia tetap bertahan. Padahal dengan gaji sebagai guru, dia bisa menafkahi diri sendiri."

Apakah setia itu? Tidakkah seharusnya setia pada pasangan dan perkawinan itu bersyarat? Minimal, adanya penghormatan terhadap kemanusiaan pasangan. Benarkah sikap bertahan dalam perkawinan semacam itu layak diapresiasi sebagai setia? Atau justru sebenarnya hanyalah kepasrahan (untuk tidak mengatakan kebodohan) sia-sia?

Sebagai orang yang percaya pada adanya pertanggungjawaban setelah umur berakhir, aku bertanya-tanya dalam hati, apakah sikap seperti itu akan dipujiNya kelak? Ataukah Dia justru akan bertanya, "Mengapa tidak kau selamatkan dirimu? Mengapa kau sia-siakan kemampuan dan potensi yang Kuberikan padamu?"
Sebagaimana malaikat mencela kaum muslimin yang tidak mau hijrah dan mati terzalimi di Mekkah, "Bukankah Bumi Allah itu luas?" (Qur'an Surah Annisa 97-99)

Do you feel pressure in your relationship?

I like this.

Quoting a friend's writing:

If we feel pressure in relationships it means that there is an absence of love and truth in that relationship.
When there is truth, love is automatically there.
Truth makes us the embodiment of love naturally and we become fearless and free from animosity.
Whenever fear is experienced, the power of truth is not there.

So if you feel pressure or fear in your relationship, ask yourself. Is your relationship true? Are you being yourself in the relationship? Is the love mutual?

Oh well...

Monday, May 31, 2010

Siapa bilang orang "kecil" gak korupsi?

Kemarin karena ada perlu bawa mobil ortu ke rumah, jadi konvoi sama suami. Karena dompet suami ketinggalan di mobil yang gw kendarai, waktu tiba di gerbang tol gw bayarin sekalian untuk 2 mobil. Gw bilang ke petugas gerbang tol. Dia ngasih selembar receipt / karcis tanda terima pembayaran tol. Gw minta satu lagi, krn gw bayar untuk 2 mobil. Dia bilang nanti aja dia kasih di mobil belakang (yang suami gw kendarai). Jadi maju lah gw, sambil lihat dari kaca spion apakah si petugas tol tsb langsung kasih karcisnya ke suami gw. Ternyata gw lihat dari gesture / isyarat dia ke suami gw dan suaranya masih kedengaran krn gw belum jauh dari loketnya, dia bilang ke suami gw bahwa karcisnya udah dia berikan ke gw, jadi dia "mempersilakan" suami gw untuk maju terus.

HELLOOOO?????

Gw kasih kode ke suami gw bhw dia blm kasih karcisnya. (I was wondering apa suami gw gak pay attention waktu gw melambai-lambaikan selembar karcis tol dan pas masih di loket? Tapi ah well, men are not sensitive in reading non-verbal "codes" or gestures, except detectives maybe :P)

Si petugas gerbang tol mencuri uang yang telah dibayarkan. Karena dengan dia nggak memberikan karcis tol, uang itu kan gak tercatat sebagai pemasukan tol, jadi bisa dia kantongin deh. Cuma gara2 duit dua ribu perak masa' keluarganya harus makan dari uang haram?

Dan itulah contoh nyata korupsi yang dilakukan oleh bukan pejabat tinggi.

Jadi, nggak usah deh ribut2 pejabat korupsi, kalo diri sendiri aja masih nyuri uang perusahaan/negara/rakyat secara jelas2an pula. Atau, jangan2 kita sebagai rakyat biasa, bukan pejabat negara, bukan konglomerat, ribut2 bawel orang2 "di atas" pada korupsi karena kita nggak kebagian giliran korupsi??

HAH-HAHAHAHAHAH

Negriku tercinta, gimana bisa maju... Dari atas sampai paling bawah ke akar2nya sampai generasi muda pun udah belajar menerima korupsi. Dari menerima lama2 melakukan. Itulah kekuatan lingkungan ketemu dengan kelemahan mentalitas.

Bangsaku... :(

Tuesday, May 25, 2010

hypno-parenting

Tadi ada Women's Activity di kantor, tentang hypno-parenting. This time gw ikutan (gw udah melewatkan beberapa acara cewek2 kayak gini di kantor, karena males aja. yang ini kok gw tertarik). Yang membawakan adalah Ibu Ely Susanti dan Bapak Sjahsjam Susilo dari Quantum Life Transformation Indonesia (QLTI).

Apa itu Hipnosis?

Hipnosis itu sendiri adalah bagian dari ilmu kejiwaan alias psikologi, bukan sulap bukan sihir. Apa definisinya? Gw copy aja deh dari Wikipedia:

Hypnosis is a mental state (state theory) or set of attitudes and beliefs (non-state theory) usually induced by a procedure known as a hypnotic induction, which is commonly composed of a long series of preliminary instructions and suggestions.[1]

Hypnotic suggestions may be delivered by a hypnotist in the presence of the subject, or may be self-administered ("self-suggestion" or "autosuggestion").

Disebutkan juga bahwa:

Contrary to a popular misconception - that hypnosis is a form of unconsciousness resembling sleep - contemporary research suggests that it is actually a wakeful state of focused attention[2] and heightened suggestibility,[3] with diminished peripheral awareness.[4]

Kalau gw nggak salah mengerti, kondisi yang dimaksud adalah pada saat gelombang otak (brain wave) berada pada gelombang Alpha (8 - 12 Hz), yang nampaknya saat ini lagi populer menjadi kondisi yang sangat ideal dengan banyak manfaat, seperti:
  1. Buku Quantum Ikhlas oleh Erbe Sentanu,
  2. Buku Pelatihan Shalat Khusyu' oleh Abu Sangkan,
  3. Relaksasi dengan meditasi, baik dalam yoga atau lainnya.
Penggunaan istilah "meditasi" ini sudah menimbulkan kesalahpahaman karena dianggap sebagai aktivitas religius Hindu/Buddha. Seperti yoga yang pernah diajukan untuk diharamkan (jadi atau ngga?) mungkin karena dianggap dilakukan dengan mantra, padahal yang dilakukan adalah aktivitas fisik. Kalo orang yang sudah biasa melakukan yoga, pasti tau. Kalo orang awam lihat ya kayak senam lah. Gerakan2 senam yang umum dilakukan sebenarnya banyak sekali yang mengambil pose2 yoga.

Yang dimaksud meditative mental state adalah kondisi otak pada gelombang Alpha itu yaitu mental state yang terjadi pada saat kita dalam keadaan sangat relax namun tetap sadar dan aware akan keadaan sekitar (tidak tidur, tidak trance).


Pikiran Sadar vs. Bawah Sadar

Banyak dari kita mungkin sudah sering mendengar, bahwa pikiran itu seperti gunung es: pikiran sadar adalah gunung es yang timbul di atas permukaan air, sedangkan pikiran bawah sadar adalah yang ada di bawah permukaan air yang merupakan bagian yang jauh lebih besar. Dijelaskan bahwa perbandingan pikiran sadar dan bawah sadar adalah 12:88.

Di antara pikiran sadar dan bawah sadar ada filter yang disebut disebut critical factor.

Pada waktu lahir sampai dengan umur 3 tahun, anak masih hanya memiliki pikiran bawah sadar. Ini juga mirip dengan yang disebutkan dalam buku Quantum Ikhlas, bahwa anak2 selalu berada dalam gelombang Alpha, karena itulah mereka sangat mudah menyerap stimulus apa pun yang mereka terima dari lingkungan, sehingga cepat sekali mempelajari sesuatu.

Di atas umur 3 tahun baru terbentuk pikiran sadar. Pada usia 7 tahun, filter (critical factor) baru terbentuk, dan menguat pada usia 12 - 13 tahun.


Parenting with Hypnosis

Setiap orangtua pasti menginginkan yang terbaik bagi anak2nya. Namun banyak orangtua yang memberikan "yang terbaik" menurut pengertiannya, namun lupa untuk mengerti kebutuhan anak2nya. Banyak kasus klien2 dari QLTI ternyata berakar dari masa kecil. Ternyata, sesuai dengan kata Eyang Maslow, hal yang paling dibutuhkan oleh anak adalah sama seperti kebutuhan manusia pada umumnya yaitu rasa aman. Orang yang paling diharapkan dapat memenuhi kebutuhan itu adalah orangtua: ibu dan ayah. Jika kebutuhan itu tidak terpenuhi, anak akan mencarinya dengan cara yang dia ketahui. Dan cara yang diketahui oleh anak belum tentu adalah yang benar dan/atau sesuai dengan keinginan orangtuanya, misalnya dengan merengek, menggigit jari, melempar barang, dan sebagainya.

Rasa Aman = Isi Tangki Cinta

Menurut Ibu Ely Susanti yang menyampaikan topik ini, rasa aman sebanding dengan isi tangki cinta. Jika tangki cinta kosong atau kurang terisi, maka rasa aman pun kurang. Tangki cinta harus diisi tiap hari. Dia bisa habis atau bocor (karena trauma, sakit hati). Indikator tangki cinta yang kosong adalah penyimpangan perilaku, seperti:
  • mengisap/gigit jari,
  • suka mukul,
  • ngompol,
  • suka melawan,
  • tidak menurut,
  • makan berlebihan,
  • teriak2,
  • dan sebagainya.
Alasan penyimpangan perilaku itu adalah:
  • Untuk mendapat perhatian,
  • Untuk balas dendam kepada orangtua,
  • Untuk menghukum orangtua,
  • Menjadi tidak produktif atau sakit agar dilayani orangtua.
Penyimpangan2 itu adalah strategi yang dianggap efektif dan sudah diuji oleh anak. Huaaa... jadi, ini sejalan dengan "teori2" yang bilang bahwa anak pada usia tertentu suka menguji orangtua. Misalnya kita sudah menetapkan batas pada anak, misal nonton tv hanya sore setelah main di luar & sudah mandi; lalu siang2 ada tamu, si anak datang ke ortunya dan nanya, "Ma/Pa, boleh nonton tv nggak?" Ibu/Ayahnya jawab, "Engga, kan nanti sore habis main & mandi boleh nonton tv." Si anak merengek. Robohlah pertahanan ortunya, si anak dibolehkan nonton tv. Akhirnya merengek tercatat oleh si anak sebagai cara yang efektif untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.

Bagaimana mengisi tangki cinta?

Pelajarilah apa bahasa cinta anak kita. Pernah dengar tentang The 5 Love Languages (Lima Bahasa Cinta) oleh Gary Chapman?
  1. Kata pujian (words of affirmation)
  2. Waktu yang berkualitas (quality time)
  3. Penerimaan hadiah (receiving gifts)
  4. Pelayanan (act of service)
  5. Sentuhan fisik (physical touch)
Lakukan semua dengan tatapan mata!

Kita cenderung mengekspresikan cinta dalam bahasa cinta kita sendiri, namun hal itu belum tentu dimengerti oleh anak jika bahasa cintanya berbeda dengan kita. Untuk itu, kita harus mempelajari apa bahasa cinta dari masing2 anak kita. (Kalau mau tau apa bahasa cinta kita dan pasangan kita, bisa ikut assessment di sini.)


Setelah itu gantian Pak Sjahsjam Susilo bicara dan memberi contoh penggunaan hypnosis untuk terapi (hypnotherapy). Syarat dari hypno-therapy yang efektif adalah adanya niat dan kemauan pihak yang akan diterapi. Hypnotherapy bisa digunakan untuk "menyembuhkan" masalah seperti fobia bahkan keuangan dan berat badan! Karena hypnosis berusaha menggali akar/penyebab masalahnya. Menurut Pak Sjahsjam, banyak kasus masalah ternyata diawali dengan kejadian di masa kecil. Seperti masalah seorang yang tidak kunjung menikah walaupun menginginkannya, dan tidak pernah berhasil dalam membangun bisnisnya; ternyata setelah digali, secara tidak sadar dia punya trauma masa kecil yaitu percekcokan orang tua dan perceraian karena masalah keuangan. Sehingga bawah sadarnya mencatat bahwa pernikahan membawa masalah, dan uang adalah sumber masalah.

Itulah sekilas info dari sesi Women's Activity bulan ini.

Wednesday, May 19, 2010

Breastfeeding Fair 2010

Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) mengadakan Breastfeeding Fair 2010 tanggal 12 - 16 Mei 2010 yang lalu di fx lifestyle x'nter. Ada talk show dan bazaar. Gw janjian sama Camel teman kantor gw untuk datang bareng ke sana hari Jumat 14 Mei - considering Jumat biasanya break-nya lebih panjang karena bapak2 solat Jumat (dan ibu2 keluar jalan2).

Gw & Camel jalan kaki ke fx. Felt like the old days, waktu gw masih sekolah & kuliah, jalan kaki di daerah itu, nyebrang jembatan itu... Apalagi hari itu gw udah 'siap tempur', pakai baju seperti jaman muda dulu: T-shirt, jeans, dan hiking boots (bukan boots tinggi lho, ini sepatu hiking biar enak jalan). Aahhh....serasa muda lagi :) I felt liberated dan jadi bersemangat. Ternyata hidup gw udah berubah sekali ya, makin dewasa kita makin banyak kewajiban dan tanggung jawab. Dulu yg dipikirin cuma diri sendiri aja.

Kita makan siang dulu di food court fx Green Pepper. Kita makan masakan Manado. Lumayan...enak juga. Dan surprisingly, perkedel jagungnya garing kayak di Chamoe-Chamoe. Abis makan kita baru ke Breastfeeding Fair. Di bazaar ada produk2 untuk ibu hamil dan menyusui seperti pakaian, gendongan, tas perlengkapan bayi, breastpump, breast shells/milk collector, botol penyimpan ASI dsb, buku2 parenting, buku & pakaian anak dan sebagainya.

Kebetulan sekali, gw yang akhir2 ini lagi wondering about Attachment Parenting, ternyata nemu buku itu di boothnya AIMI. Seri Cerdas Bersama Dr. Sears: "Menggendong Anak itu Perlu: mematahkan mitos-mitos pengasuhan anak". Judul aslinya "The Attachment Parenting Book: A Commonsense Guide to Understanding and Nurturing Your Baby" by William Sears, M.D. and Martha Sears, R.N. Satu lagi gw beli buku "Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif" oleh dr. Hj. Utami Roesli, SpA, MBA, IBCLC. Walaupun gw sudah melakukan IMD (inisiasi menyusu dini) dan lulus S1 (ASIx 6 bln) dan S2 (ASI 1 thn) dan lagi ngambil S3 (ASI 2 thn), tapi sejak pertama tau, berkat Kelas Edukasi AIMI: Breastfeeding Basics, gw sangat amazed dengan kebesaran Tuhan yang ditunjukkanNya lewat proses alami IMD dan keajaiban ASI.

Sekarang meja kerja gw sebagian jadi kayak "pojok membaca". Ada majalah & buku parenting, buku tentang IMD dan ASI, buku tentang makanan untuk anak,... Promosi ASIX & IMD gw yang selama ini melalui lisan dan berbagi informasi via email sekarang ditambah dengan bahan bacaan dalam bentuk hardcopy :)

I hope to be back writing more often about breastfeeding to encourage all mothers to be more aware of the greatness of breastfeeding and be confident to give the best for their babies.